cover
Contact Name
Lalan Ramlan
Contact Email
lalan_ramlan@isbi.ac.id
Phone
-
Journal Mail Official
penerbitan@isbi.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Jurnal Seni Makalangan
ISSN : 23555033     EISSN : 27148920     DOI : -
Core Subject : Art,
Arjuna Subject : -
Articles 9 Documents
Search results for , issue "Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"" : 9 Documents clear
STRUKTUR TARI DALAM PERTUNJUKAN SENI GACLE GRUP SATIA KULUN DI KASEPUHAN CIPTAGELAR DESA SINAR RESMI KECAMATAN CISOLOK KABUPATEN SUKABUMI Mira Agustini dan Ni Made Suartini
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.725 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.843

Abstract

ABSTRAK Seni Gacle adalah kesenian tradisional yang masih hidup dan berkembang di masyarakat Kasepuhan Ciptagelar. Seni Gacle merupakan kesenian kolektif yang di dalamnya terdapat beberapa unsur kesenian yaitu seni tari, seni drama atau lakon, dan seni sulap. Kesenian ini tidak terlepas dari hal-hal gaib atau magis yang di dalamnya terdapat ritual-ritual, baik yang dilakukan sebelum pertunjukan maupun setelah pertunjukan. Pada pertunjukan Gacle terdapat dua properti yaitu meja dan ranggap yang berbentuk kurungan ayam. Keduanya berfungsi sebagai alat bantu dalam pertunjukan, dan saat pertunjukan akan berakhir.Struktur tari dalam pertunjukan seni Gacle terbagi dalam tiga tahapan yaitu; tahap persiapan pertunjukan, tahap pertunjukan, dan tahap setelah selesai pertunjukan. Penelitian ini merupakan jenis penelitian kualitatif, dengan mempergunakan metode penelitian deskriptif analisis. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi, wawancara, studi pustaka, dan dokumentasi.Penelitian ini berhasil mendeskripsikan beberapa hal penting antara lain: struktur gerak, lagu pengiring, kostum, dan properti. Susunan dari koreorgafi Gacle yaitu, nyungkur, mincid, pasang deku kenca, pasang deku katuhu, pasang tangtungan, mincid, tajongan, dan langkahan. Lagu yang digunakan untuk mengiringi Gacle antara lain; solasih, pacar geura hudang, dan kidung. Kostum yang digunakan terdiri dari baju lengan pendek berwarna putih, celana hitam, ikat kepala berwarna putih dan hijau dengan manik-manik, ikat pinggang berwarna hitam, dan kace dengan manik-manik berwarna hitam.Kata kunci: Seni Gacle, Struktur Koreografi, Ranggap.  ABSTRACT The art of Gacle is a traditional art that is still alive and develop in Kasepuhan Ciptagelar community. Gacle Art is a collective art in which there are several elements of art, namely dance, drama or play, and magic arts. This art cannot be separated from magical (not sacred) things in which there are rituals to be performed before or after the show. There are two properties in Gacle show: a table and ranggap in a form of chicken cage. Both are functioned as a tool in the show, when the show will end. The focus of this study is written in the Problem Formulation: How is the structure of dance in Gacle art performance in Kasepuhan Adat Ciptagelar. The structure of dance in Gacle art performance is divided into three stages, namely: preparation, performance, and after performance stages. This study is a type of qualitative research, using analysis descriptive research method. The data is collected through observation, interviews, literature studies, and documentation.This study succeeded in describing several important things, among others: movement structure, accompaniment song, costume, and property. The arrangements of Gacle choreography are: nyungkur, mincid, pasang deku kenca, pasang deku katuhu, pasang tangtungan, mincid, tajongan, and langkahan. The songs which are used to accompany Gacle include: solasih, pacar geura hudang, and kidung. The costumes which are used consist of: white short sleeves, black pants, white and green headbands with beads, black belt, and kace with black beads.Keywords: Gacle Art, Choreography Structure, Ranggap.
BEKAL MENJADI KOREOGRAFER (Sebuah Tawaran) Subayono Subayono
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (480.822 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.839

Abstract

ABSTRAK Ketika mendengar kata koreografer, yang terbersit di dalam benak kita adalah seseorang yang mempunyai daya khayal yang luar biasa, cerdas dan kreatif dalam menangkap fenomena di masyarakat, kemudian dieksplorasi menjadi karya tari yang unik dan menarik. Selain hal tersebut di atas yang tidak kalah pentingnya, seorang koreografer harus mempunyai motivasi yang tinggi tanpa kenal lelah dalam bereksplorasi, melakukan penjelajahan gerak untuk menemukan “sesuatu” sehingga menjadi sebuah karya tari yang bermakna.Untuk menjadi seorang koreografer tidaklah mudah, selain harus cerdas tubuh, juga harus cerdas pikir. Untuk itu diperlukan ilmu-ilmu yang lainya, seperti anatomi, antropologi, sosiologi, psikologi, sejarah, agama, sehingga akan terasa lebih lengkap dan tajam. Seorang koreografer, harus cepat merespons berbagai isu-isu aktual, seperti keadilan, alam lingkungan, hak azasi manusia, feminisme, ekonomi, sosial politik, lintas budaya, dan melakukan kolaborasi. Semua itu adalah bentuk tantangan yang perlu dijawab, dikritisi, dan kemudian diimplementasikan dalam sebuah garapan tari. Hal lain yang tidak kalah pentingnya adalah, sifat terbuka terhadap kritik, demi kemajuan karya. Kata Kunci:  Koreografer, Kreatif, Tubuh, Eksplorasi.    ABSTRACT When hearing the word Choreographer, something comes to our mind is someone who has extraordinary imagination, intelligent and creative in capturing phenomena in the society, then they are explored into unique and interesting dance works. In addition, a choreographer must have high motivation tirelessly in exploring motion to find "something" so that it becomes a meaningful dance work.It is not easy to be a choreographer, besides having to be intelligent in body, he must also be smart to think. Thus, he requires other sciences, such as Anatomy, Anthropology, Sociology, Psychology, History, Religion, so that it will be more complete and sharp to produce a work. A choreographer must respond quickly to various actual issues such as justice, the environment, human rights, feminism, economics, social politics, cross-culture, then conduct collaboration, all of which respond to challenges that need to be answered, criticized, and then implemented in a dance work. Another thing that is not less important is being open to criticism for the sake of the progress of the work.Keywords:  Choreographer, Creative, Body, Exploration.  
TAKANA GAGASAN TRADISI DALAM KEMASAN KEKINIAN Ronaldo Ruzali dan Alfiyanto
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (475.083 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.845

Abstract

ABSTRAK Budaya merantau sangat melekat pada masyarakat Minangkabau dan telah berlangsung secara turun temurun. Merantau bukan berarti melupakan kampung halaman. Akan tetapi, salah satu ungkapan kecintaan terhadap keluarga dan kampung halaman. Kebiasaan merantau memberikan sebuah inspirasi untuk membuat sebuah karya tari dengan judul TAKANA, yang diambil dari bahasa Minangkabau yang memiliki arti “teringat”. Maksud teringat adalah, ketika seseorang merantau, bukan sekedar pencapaian seberapa sukses dan bahagiannya kehidupan, namun seberapa besar nilai hidup yang membuat seseorang menjadi pribadi yang lebih baik, dan ketika berhasil tidak melupakan jati diri (identitas) serta kampung halamannya.Kata Kunci: Minangkabau, Merantau, Koregrafi, Takana.  ABSTRACTThe culture of migration is strongly attached to Minangkabau people that have been going on for generations. Migrating does not mean forgetting the hometown, but it is one expression of love to the family and hometown. This migratory habit provides an inspiration to create a dance work entitled TAKANA, which is taken from the Minangkabau language which means "remember". The meaning of “remember” here is when someone migrates, not only achieving how successful and happy life is, but also how much the value of life makes someone a better person, and when he is successful does not forget his identity and hometown.Keywords: Minangkabau, Migration, Choreography, Takana.
TARI DOGER KONTRAK SEBAGAI SUMBER GARAP PENYAJIAN TARI Derra Dwi Dessyani dan Lia Amelia
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (425.611 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.840

Abstract

ABSTRAK Tari Doger Kontrak adalah penyajian tari ronggeng, dengan diilhami oleh bentuk kesenian Doger dari Subang yang telah dijadikan garapan baru. Istilah Doger menunjuk pada penari wanita yang disebut ronggeng dalam kesenian Ketuk Tilu, sementara Kontrak merupakan nama sebuah tempat perkebunan kina di Jawa Barat. Biasanya pegawai perkebunan itu pun disebut sebagai pegawai kontrak.Penyajian Tari Doger Kontrak, disusun dengan menggunakan pendekatan teori “gubahan tari” A.A.M Djelantik. Penyajiannya dalam bentuk koreografi kelompok dengan tujuh orang penari wanita yang semuanya berperan sebagai ronggeng.Kata Kunci: Tari Doger Kontrak, Gubahan Tari.   ABSTRACT Doger Kontrak Dance is the presentation of ronggeng dance, inspired by Doger art from Subang, which was produced by Dance Department of ASTI Bandung as a new dance work. The term of Doger refers to female dancers called ronggeng in Ketuk Tilu art, while the word Kontrak (Contract) is the name of a plantation site that the West Javanese community in the past called it a tea contract or quinine contract, even the plantation employees are usually called as contract employees.The presentation of Doger Contract Dance is realized by using "dance composition" by A.A.M Djelantik. As a result, the realization of Doger Contract dance as a new packaging dance work without losing its essence, and presented as group choreography with seven female dancers performing as ronggeng.Keywords: Doger Kontrak Dance, Dance Composition.  
TARI JAYENGRANA SEBAGAI SUMBER INSPIRASI KREATIVITAS PADA GUBAHAN TARI Fitri Nur dan Lilis Sumiati
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (474.538 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.846

Abstract

ABSTRAKTari Jayengrana merupakan salah satu genre tari wayang gaya Sumedang yang berkarakter satria ladak. Tarian ini menarik untuk dijadikan materi pada ujian Tugas Akhir minat utama penyajian. Bentuk ketertarikan ini, pertama pada latar belakang ceritanya yang bersumber pada wayang menak yang berbeda dengan tari wayang pada umumnya. Kedua, tarian ini memiliki karakter yang relevan dengan kepribadian penulis. Sebagai tantangan pada minat penyajian terdapat dua aspek yakni memiliki kualitas menari yang prima dan kemampuan berkreativitas. Oleh karena itu, masalah yang diusung terbatas pada bagaimana mewujudkan kualitas kepenarian yang didukung dengan daya kreativitas. Untuk menjawab permasalahan tersebut digunakan teori gegubah sebagai pisau pembedahnya. Adapun metode untuk merealisasikan teori dipilih langkah-langkah penguasaan materi, merancang tafsir garap, merekomposisi struktur tarian, dan merekomposisi koreografi. Kemudian ditindaklanjuti dengan kegiatan eksplorasi, evaluasi, dan komposisi.Sebagai hasil dari gubahan dapat diwujudkan tari Jayengrana dengan sajian yang baru. Koreografi bagian awal dan akhir ditambahkan ragam gerak sebagai upaya pengayaan. Bagian tengah dilakukan pemadatan dan pengolahan variasi. Iringan tari menyesuaikan dengan koreografinya. Bagian awal ditambah kakawen, bagian tengah tetap menggunakan lagu tumenggungan, serta bagian akhir ditambah dengan senandung dalang dan ending rubuh. Pada aspek rias diberikan penegasan garis wajah pada bagian kumis dan cedo. Adapun aspek busana tidak mengalami perkembangan apapun, karena sudah mewakili ciri khas tari wayang.Kata Kunci : Tari Jayengrana, Penyajian, Gegubahan, Kreativitas. ABSTRACT Jayengrana dance is one of the genres of Sumedang style Puppet dance which has the character of Satria Ladak. This dance is interesting to be used as a material for the Final Assignment of the concentration on presentation. This form of interest is firstly on the background of the story that comes from the noble puppets which are different from Wayang dance in general. Second, this dance has a character that is relevant to the personality of the writer. As a challenge to the concentration of presentation, there are two aspects: having excellent dance quality and creative ability. Therefore, the problems brought are limited on how to realize the quality of dance that is supported by the power of creativity. To answer this problem, the theory of gegubah is used as the revelation tool. The method for realizing the theory is steps for mastering the material, designing work interpretation, recomposing dance structures, and recomposing choreography. Then these steps are followed up with exploration, evaluation and composition activities.As a result of this composition, there can be realized new form of Jayengrana dance. In the beginning and at the end of choreography, a variety of motions were added as enrichment efforts, and in the middle part the compaction and variations process were carried out. There have been some changes in the element of dance accompaniment to adjust the choreography. The first part was added with kakawen, the middle part still uses tumenggungan song, and the final part was added with senandung dalang and ending rubuh. In the makeup aspect, there has been given affirmation to the facial lines on the part of the mustache and cedo. Meanwhile the aspect of costume does not change, because it represented the characteristic of Wayang dance.Key words : Jayengrana Dance, Presentation, Gegubahan, Creativity. 
GENDING IBING LULUGU DALAM PERTUNJUKAN RONGGENG TAYUB DI CIAMIS Ocoh Suherti
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (525.212 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.841

Abstract

ABSTRAKFenomena ronggeng merupakan fenomena yang menarik karena di beberapa tempat di Jawa Barat masih ditemukan keberadaannya. Ciamis merupakan salah satu daerah yang memiliki populasi seni ronggeng seperti: ronggeng gunung, ronggeng amen dan ronggeng tayub. Selama ini topik-topik penelitian yang dilakukan lebih banyak menyoroti pertunjukan-pertunjukan seni ronggeng di daerah pakidulan. Sementara di daerah kaler yaitu sekitar daerah: Tambaksari, Rancah, Panawangan, Kuningan, bahkan ke daerah Cilacap hidup dan berkembang bentuk seni ronggeng tayub yang merupakan seni hiburan masyarakat pada acara-acara hajatan. Unsur-unsur seni dalam pertunjukan ronggeng tayub selain tari (ronggeng dan penari laki-laki dari para penonton), juga adanya unsur iringan yang merupakan ruhnya tarian.Sajian awal pada pertunjukan Ronggeng Tayub di Ciamis selalu diawali dengan sajian tarian khusus yaitu berupa tarian lulugu atau tarian pembuka. Ibingan  lulugu seolah merupakan hal yang wajib disajikan selain lagu bubuka dengkleung dan kembang gadung. Pengidentifikasian fungsi, struktur dan bentuk gending lulugu dalam pertunjukan Ronggeng Tayub di Ciamis merupakan inti dari tulisan ini. Adapun dua bentuk gending yang digunakan sebagai gending ibing lulugu adalah Gending Kawitan dan Gending Gawil.Kata Kunci : Ronggeng Tayub, Gending, Ibing Lulugu, Ciamis. ABSTRACT The phenomenon of Ronggeng is an interesting thing because of its existence in some places in West Java. Ciamis is one of the regions that have population of ronggeng arts such as: Ronggeng Gunung, Ronggeng Amen and Ronggeng Tayub. The topics of research so far carried out more highlighted the performances of ronggeng arts in Pakidulan (southern) area. While in Kaler (northern) area, such as: Tambaksari, Rancah, Panawangan, Kuningan and even Cilacap area, there live and develop the art of Ronggeng Tayub which is an art of public entertainment on celebration events. The elements of art in the performances of Ronggeng Tayub beside dance (ronggeng and male dancers from the audience), there are also the accompaniment elements which are the spirit of the dance.The initial presentation of Ronggeng Tayub in Ciamis always begins with a special dance performance, which is a lulugu dance or an opening dance. Ibingan lulugu seems to be something that must be presented beside Dengkleung and Kembang Gadung as opening songs. Identifying the functions, structure and forms of Gending Lulugu in Ronggeng Tayub performance in Ciamis is the core of this paper. The two forms of gending used as gending ibing lulugu are Gending Kawitan and Gending Gawil.Keywords: Ronggeng Tayub, Gending, Ibing Lulugu, Ciamis.
TARI UYEG PANCAWARNA SEBAGAI SUMBER GARAP PENYAJIAN TARI Deasy Herlina dan Ria Dewi Fajaria
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (443.812 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.847

Abstract

ABSTRAK Tari Uyeg Pancawarna merupakan tarian yang terdapat dalam pertunjukan Longser Pancawarna pimpinan Ateng Japar. Tari tersebut merupakan tari selingan atau jembatan dari tatalu ke adegan pertama, sebelum babak awal cerita lakon Longser dimulai. Pada mulanya, tarian ini disajikan oleh seorang ronggeng namun dalam perkembangannya dapat disajikan oleh beberapa ronggeng atau kelompok.Tari Uyeg Pancawarna merupakan minat utama penyajian tari yang penulis pilih sebagai sumber garap dengan bentuk tari kelompok sebanyak empat orang penari perempuan. “Gubahan Tari” menurut A.A.M Djelantik merupakan landasan teori dalam proses garap penyajian Tari Uyeg Pancawarna. Proses pengembangan yang dilakukan meliputi: variasi gerak, pola lantai, karawitan, dan rias busana. Hasil yang dicapai dalam garapan penyajian tari Uyeg Pancawarna adalah tercapainya bentuk penyajian yang baru tanpa mengubah identitas sumber aslinya.Kata Kunci: Tari Uyeg, Pancawarna, Penyajian.  ABSTRACT Pancawarna Uyeg Dance is a dance found in Pancawarna Longser performance, led by Ateng Japar. This dance is an interlude dance or a bridge from the beginning (tatalu) to the first presentation, before the beginning part of the story of Longser play starts. Previously, the dance was presented by a ronggeng, but in its development it can be presented by several ronggeng or groups.Pancawarna Uyeg Dance is a major interest indance presentation which the author chooses as a source of work in a form of group dance as many as 4 female dancers. "Dance composition" by A.A.M Djelantik is the theoretical foundation in the process of working on the presentation of Pancawarna Uyeg Dance. The development process that has been carried out includes: movement variations, floor patterns, music (karawitan), and costume. The result achieved is the realization of a new form of Pancawarna Uyeg Dance presentation without changing the identity of the original source.Key words: Uyeg Dance, Pancawarna, Presentation.
KREATIVITAS GONDO DALAM TARI JAIPONGAN Risa Nuriawati dan Arthur S, Nalan
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (433.891 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.842

Abstract

ABSTRAK Pada perkembangannya, Jaipongan hidup subur dan menyebar ke berbagai penjuru daerah Jawa Barat, sehingga memunculkan keragaman gaya (style) dari setiap koreografernya. Koreografer-koreografer muda Jaipongan saat ini, pada dasarnya memiliki struktur dan gaya yang berbeda, sehingga dapat dikatakan telah terjadi perkembangan dari gaya Gugum Gumbira. Pebedaan itu terletak di setiap unsurnya, seperti pada unsur koreografi, unsur tata rias dan busana, serta pada unsur musiknya (karawitan). Oleh karena itu Jaipongan memiliki perkembangan dan dinamika tersendiri yang telah melahirkan kreativitas dari para koreografer muda yang memunculkan tarian-tarian kreasi baru. Dari sekian nama koreografer yang berkaitan langsung dengan perkembangan Jaipongan saat ini, penulis memfokuskan perhatian terhadap kreativitas salah seorang koreografer Jaipongan yaitu Gondo.Untuk mencapai hasil yang optimal dalam pengkajian Kreativitas Gondo dalam tari Jaipongan, maka penulis menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan teori proses kreatif dari Graham Wallace yaitu tahap persiapan, inkubasi, iluminasi dan verifikasi.Adapun hasil yang dicapai dari pengkajian ini yaitu terungkapnya proses kreatif Gondo dalam pembuatan karya-karyanya yang dimulai dari penuangan konsep dan eksplorasi gerak, pentransferan gerak hasil eksplorasi Gondo kepada murid-murid secara variatif, penggunaan konsep kontemporer dalam bentuk dan isi, lalu uji karya dalam bentuk pertunjukan.Key Word: Jaipongan, Gondo, Kreativitas, Proses Kreatif.  ABSTRACT In its development, Jaipongan flourished and spread to various parts of West Java area, so that it rises to a variety of styles of each choreographer. Young choreographers of Jaipongan nowadays have basically different structures and styles, thus it can be said that there has been developments of Gugum Gumbira's style. The difference lies in each element, such as the choreography, makeup and costume, as well as the musical elements (karawitan). Jaipongan, therefore, has its own development and dynamic that makes creativity of the young choreographers to create new dance creations. Of the choreographer names that are directly related to the current development of Jaipongan, the author focuses on the creativity of one Jaipongan's choreographer, namely Gondo.To achieve optimal results in studying Gondo's creativity in Jaipongan dance, the author uses Qualitative method with Graham Wallace's Creative Process theory approach, namely preparation, incubation, illumination and verification.The results of this study are the revelation of Gondo's creative process in making his works which started from decanting the concepts and exploring the motion, transferring motion of his exploration to the students in variety ways, using contemporary concepts in the form and content, then testing his works in the form of performances.Keywords: Jaipongan, Gondo, Creativity, Creative Process. 
AKULTURASI KARESMEN MAPAG PANGANTEN ADAT SUNDA DI KOTA BANDUNG Riyana Rosilawati
Jurnal Seni Makalangan Vol 5, No 2 (2018): "Mengupas Kreativitas, Menumbuhkan Sensitivitas"
Publisher : Institut Seni Budaya Indonesia (ISBI) Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (490.008 KB) | DOI: 10.26742/mklng.v5i2.849

Abstract

ABSTRAK Karesmen Mapag Panganten adalah bagian dalam upacara perkawinan adat Sunda yang ada di Kota Bandung, dan merupakan hasil inovasi serta kreasi seniman kota Bandung yang awalnya digarap oleh Wahyu Wibisana pada tahun 1964. Penelitian ini mengkaji tentang Akulturasi Karesmen Mapag Panganten adat Sunda di masyarakat Kota Bandung, khususnya di Sanggar Nyentrik. Fokus penelitian ditujukan pada perubahan yang ada pada Karesmen Mapag Panganten adat Sunda, yang semula berbentuk tradisional menjadi bentuk baru dengan tidak mengubah makna tarian.Perubahan yang dilakukan bukan pada faktor seninya saja, tetapi dipengaruhi juga oleh faktor non seni, hal ini dipengaruhi juga oleh gaya hidup masyarakat industri. Realita tersebut terkait dengan adanya akulturasi kebudayaan yaitu suatu proses sosial yang timbul bila suatu kelompok manusia dengan suatu kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing, sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri. Kata Kunci: Akulturasi, Karesmen Mapag Panganten Adat Sunda, Kota Bandung.  ABSTRACTKaresmen Mapag Panganten is a part of the traditional Sundanese wedding ceremony in the city of Bandung, and it is the result of innovation and creation of Bandung artists which was originally worked on by Wahyu Wibisana in 1964. This study examines the acculturation of Karesemen Mapag Panganten of Sundanese custom in Bandung City, especially in Nyentrik Studio. The focus of the research was on the changes that existed in the traditional Sundanese Karesmen Mapag Panganten, which was originally in a form of traditional into a form of a modern touch, without changing the meaning of the dance.The changes which have been made are not only in art factors, but also influenced by non-art factors, this is also influenced by the lifestyle of industrial society. The reality is related to the cultural acculturation, namely a social process that arises when a group of people with a particular culture is confronted with elements of a foreign culture in such a way that the elements of foreign culture are gradually accepted and processed into their own culture without causing the loss of the cultural personality itself.Keywords: Acculturation, Traditional Sundanese Karesmen Mapag Panganten, Bandung. 

Page 1 of 1 | Total Record : 9